Ketika Ibu Pergi; sebuah cerpen

Hari-hari kulewati tanpa kasih sayang ibu, aku haus akan kasih sayangnya, belaian manjanya,' pelukan hangatnya, ciuman sayangnya, senyum ramahnya, nasihat penenang hati, dan semua tentang ibu. Kini aku tinggal dengan ayahku, dan Kaka-kaka ku. Ibuku telah tiada saat aku berumur 5 tahun, ibuku meninggal karena sakit . Setiap hari aku selalu mimpikan ibu, hingga saat ini, aku masih ingat betul saat itu, ya saat kejadian yang berakibat nyawa ibuku terenggut.


Saat itu aku berada di samping ibu, tiba-tiba ibu memegang erat tangan ku, dan ibu tarik nafas dan menutup mata.yang waktu itu belum mengetahui apapun.saya menganggap dia lgi tidur. tapi ibu tak kunjung bangun dan masih dalam posisi yang sama. Akhirnya, aku tersadar, mengapa ibu diam saja ketika saya membangunkan , ibu masih dalam posisi tidur , aku mulai merasakan ibu ku tidak bernafas lagi aku mulai berteriak meminta tolong, waktu itu hanya aku dan ibu yang ada di rumah, ayah sedang bekerja. Dan kaka-kaka ku sedang pergi sekolah.

Para tetangga pun mulai berdatangan ke rumahku untuk menolong ibu, dan saat itu juga ibuku tak tertolong. Aku belum mengetahui hal itu, waktu itu aku hanya diberi tahu oleh ayahku bahwa ibuku pergi keluar kota dan nanti akan kembali bersama ibu dan ayah. Aku yang masih kecil pun mempercayai hal itu.

Setiap malam ku menunggu ibu kembali, aku menanyakannya pada ayah mengapa ibu tak juga kembali, dan ayah selalu berkata besok ibu akan pulang dan bawah oleh² yang banyak Setiap malam aku setia menunggu di depan pintu dan berharap ibu pulang.

Beberapa bulan aku melakukan hal yang sama, dan pada malam itu aku sadar, mungkin ibu tak sayang lagi padaku, ibu tak juga pulang, ibuku tak kembali. Aku menangis terisak, ayahku memelukku,dan kaka-kaka ku dan aku merasakan mungkin ayah  dan kala -kaka ku juga menangis sepertiku tapi tanpa suara, dan ayah berjanji bahwa besok aku akan bertemu ibu. Aku sangat senang, pulang sekolah ku bergegas ke depan gerbang untuk menunggu jemputan ayah, karena ayah telah berjanji akan mengajaku bertemu ibu.

Kami sampai di suatu tempat yang sepi, sunyi tak ada orang di sana, tempat apa ini? Tanyaku dalam hati, ayah berhenti dan berjongkok di depan batu nisan, raut mukanya berubah. “Ayah ini tempat apa? Bukankah ayah akan mengajakku bertemu ibu?” Tanyaku

Raut mukanya terlihat sedih, dia menundukkan wajahnya “Iya, ini kita sudah bertemu ibu” Jawab ayah

“Tapi mana ibu? Dia tidak ada di sini, apakah ibu bermain petak umpet bersama kita?” Tanyaku dengan mata berbinar

“Tidak sayang, ibu di sini, dia telah bahagia di alam sana, di surga, kita akan berkumpul bersama ibu kelak” kata ayah sembari meneteskan air mata

“Ibu di surga? Kenapa ibu tidak mengajakku? Aku tak tahu kapan ibu berangkat ke surga? Mengapa ibu tak meminta izin ayah sebelum pergi ke surga?” tanyaku ingin tahu

“Ya ibumu mendahului kita, ibu sudah tenang di alam sana, ibu sedang tersenyum pada kita sekarang” suara ayahku semakin bergetar.

Di umur ku yang ke 12 tahun saya sudah terbiasa tampak  kehadiran seorang ibu.  ayah selalu Berperan menjadi seorang ibu dan ayah bagi anak-anaknya, Ayahku sampai sekarang tidak menikah lagi.Dia adalah sosok pekerjaan  keras dan dia bekerja untuk mengekolahkan anak-anak  sampai sukses.